Abdul Muhyi, Syeikh Haji (Mataram,
Lombok, 1071 H/1650 M-Pamijahan, Bantarkalong, Tasikmalaya, Jawa Barat
1151 H/1730 M). Ulama tarekat Syattariah, penyebar agama Islam di Jawa
Barat bagian selatan. Karena dipandang sebagai wali, makmnya di Pamijahan di keramatkan orang.
Abdul Muhyi datang dari keluarga bangsawan. Ayahnya, Sembah
Lebe Warta Kusumah, adalah keturunan raja Galuh (Pajajaran). Abdul
Muhyi dibesarkan di Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Pendidikan agama Islam
pertama kali diterimanya dari ayahnya sendiri dan kemudian
dari para ulama yang berada di Ampel. Dalam usia 19 tahun, ia
berangkat ke Kuala, Aceh, untuk melanjutkan pendidikannya dan berguru pada Syeikh Adur Rauf Singkel, seorang ulama sufi dan guru
tarekat Syattariah. Syeikh Abdur Rauf Singkel adalah ulama Aceh yang
berupaya mendamaikan ajaran martabat alam tujuh -yang dikenal di Aceh
sebagai paham wahdatul wujud atau wujudiyyah (panteisme dalam
Islam)-dengan paham sunah. Meskipun begitu Syeikh Abdur Rauf Singkel
tetap menolak paham wujudiyyah yang menganggap adanya penyatuan antara Tuhan dan hamba. Ajaran inilah yang kemudian dibawa Syeikh Abdul Muhyi ke Jawa.
Masa studinya di Aceh dihabiskannya dalam tempo enam
tahun (1090 H/1669 M-1096 H/1675 M). Setelah itu bersama teman-teman
seperguruannya, ia dibawa oleh gurunya ke Baghdad dan kemudian ke Mekah untuk lebih memperdalam ilmu pengetahuan agama dan menunaikan
ibadah haji. Setelah menunaikan ibadah haji, Syeikh Haji Abdul Muhyi
kembali ke Ampel. Setelah menikah, ia meninggalkan Ampel dan mulai melakukan pengembaraan ke arah barat bersama isteri dan orang tuanya. Mereka kemudian tiba di Darma, termasuk daerah Kuningan, Jawa Barat. Atas permintaan masyarakat muslim
setempat, ia menetap di sana selama tujuh tahun (1678-1685) untuk
mendidik masyarakat dengan ajaran Islam. Setelah itu ia kembali
mengembara dan sampai
ke daerah Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat. Ia mentap di Pameungpeuk
slama 1 tahun (1685-1686) untuk menyebarkan agama Islam di kalangan
penduduk yang ketika itu masih menganut agama Hindu. Pada tahun 1986
ayahnya meninggal dunia dan dimakamkan
di kampung Dukuh, di tepi Kali Cikangan. Beberapa hari setelah
pemakaman ayahnya, ia melanjutkan pengembaraannya hingga ke daerah
Batuwangi. Ia bermukim beberapa waktu di sana atas permintaan
masyarakat. Setelah itu ia ke Lebaksiuh, tidak jauh dari Batuwangi.
Lagi-lagi atas permintaan masyarakat ia bermukim di sana selama 4 tahun
(1686-1690). Pada masa empat tahun itu ia berjasa mengislamkan
penduduk yang sebelumnya menganut agama Hindu. Menurut cerita rakyat,
keberhasilannya dalam melakukan dakwah Islam terutama karena
kekeramatannya yang mampu mengalahkan aliran hitam. Di sini Syeikh Haji
Abdul Muhyi mendirikan masjid tempat ia memberikan pengajian untuk
mendidik para kader yang dapat membantunya menyebarkan agama Islam
lebih jauh ke bagian selatan Jawa Barat. Setelah empat tahun menetap di
Lebaksiuh, ia lebih memilih bermukim di dalam gua yang sekarang
dikenal sebagai Gua Safar Wadi di Pamijahan, Tasikmalaya, Jawa Barat.
Menurut salah satu tradisi lisan, kehadirannya di Gua Safar Wadi itu adalah atas undangan
bupati Sukapura yang meminta bantuannya untuk menumpas aji-aji hitam
Batara Karang di Pamijahan. Di sana terdapat sebuah gua tempat
pertapaan orang-orang yang menuntut aji-aji hitam itu. Syeikh Haji
Abdul Muhyi memenangkan pertarungan melawan orang-orang tersebut hingga
ia dapat menguasai gua itu. Ia menjadikan gua itu sebagai tempat
pemukiman bagi keluarga dan pengikutnya, di samping tempat ia memberikan pengajian agama dan mendidik kader-kader dakhwah Islam. Gua tersebut sangat sesuai baginya dan para
pengikutnya untuk melakukan semadi menurut ajaran tarekat Syattariah.
Sekarang gua tersebut banyak diziarahi orang sebagai tempat mendapatkan
“berkah”. Syeikh Haji Abdul Muhyi juga bertindak sebagai guru agama
Islam bagi keluarga bupati Sukapura, bupati Wiradadaha IV, R.
Subamanggala.
Setelah sekian lama bermukim dan mendidik para santrinya di dalam gua, ia dan para
pengikutnya berangkat menyebarkan agama Islam di kampung Bojong
(sekitar 6 km dari gua, sekarang lebih dikenal sebagai kampung Bengkok)
sambil sesekali kembali ke Gua Safar Wadi. Sekitar 2 km dari Bojong ia
mendirikan perkampungan baru yang disebut kampung Safar Wadi. Di
kampung itu ia mendirikan masjid (sekarang menjadi kompleks Masjid
Agung Pamijahan) sebagai tempat beribadah dan pusat
pendidikan Islam. Di samping masjid ia mendirikan rumah tinggalnya.
Sementara itu, para pengikutnya aktif menyebarkan agama Islam di daerah
Jawa Barat bagian selatan. Melalui para pengikutnya, namanya terkenal
ke berbagai penjuru jawa Barat.
Menurut tradisi lisan, Syeikh Maulana Mansur berulang kali datang ke
Pamijahan untuk berdialog dengan Syeikh Haji Abdul Muhyi. Syeikh
Maulana Mansur adalah putra Sultan Abdul Fattah Tirtayasa dari
kesultanan Banten. Sultan Tirtayasa sendiri adalah keturunan Maulana
Hasanuddin, sultan pertama kesultanan Banten yang juga putra dari
Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Djati, salah seorang Wali Songo.
Berita tentang ketinggian ilmunya itu sampai juga ke telinga sultan Mataram. Sultan kemudian mengundang
Syeikh Haji Abdul Muhyi untuk menjadi guru bagi putra-putrinya di
istana Mataram. Sultan Mataram Paku Buwono II (1727-1749) ketika itu
bahkan menjanjikan akan memberi piagam yang memerdekakan daerah
Pamijahan dan menjadikannya daerah “perdikan”, daerah yang dibebaskan dari pembayaran pajak. Undangan
sultan Mataram itu tidak pernah dilaksanakannya, karena pada tahun
1151 H (1730 M) Syeikh Haji Abdul Muhyi meninggal dunia karena sakit di
Pamijahan. Berdasarkan keputusan sultan Mataram itulah, oleh
pemerintah kolonial Belanda, melalui keputusan residen Priangan,
Pamijahan sejak tahun 1899 dijadikan daerah “pasidkah”, daerah yang
dikuasai secara turun temurun dan bebas memungut zakat, pajak, dan pungutan lain untuk keperluan daerah itu sendiri.
Makam Syeikh Haji Abdul Muhyi yang terdapat di Pamijahan diurus dan dikuasai
oleh keturunannya. Makamnya itu ramai diziarai orang sampai sekarang
karena dikeramatkan. Sampai saat ini desa Pamijahan dipimpin oleh
seorang khalifah, jabatan yang diwariskan secara turun-temurun, yang
juga merangkap sebagai juru kunci makam dan mendapat penghasilan sedekah dari para peziarah.
Karya tulis Syeikh Haji Abdul Muhyi yang asli tidak ditemukan
lagi. Akan tetapi ajarannya disalin oleh murid-muridnya, di antaranya
oleh putra sulungnya sendiri, Syeikh Haji Muhyiddin yang menjadi tokoh
tarekat Syattariah sepeninggal ayahnya. Syeikh Haji Muhyiddin menikah
dengan seorang putri Cirebon dan lama
menetap di Cirebon. Ajaran Syeikh Haji Abdul Muhyi versi Syeikh Haji
Muhyiddin ini ditulis dengan huruf pegon (Arab Jawi) dengan menggunakan
bahasa Jawa (baru) pesisir. Naskah versi Syeikh Haji Muhyiddin itu
berjudul Martabat Kang Pitutu (Martabat Alam Tujuh) dan sekarang terdapat di museum Belanda, dengan nomor katalog LOr. 7465, LOr. 7527, dan LOr. 7705.
Ajaran “martabat alam tujuh” ini berawal dari ajaran tasawuf
wahdatul wujud (kesatuan wujud) yang dikembangkan oleh Ibnu Arabi.
Tidak begitu jelas kapan ajaran ini pertama kali masuk ke Indonesia.
Yang jelas, sebelum Syeikh Haji Abdul Muhyi, beberapa ulama sufi
Indonesia sudah ada yang menulis ajaran ini, seperti Hamzah Fansuri,
Syamsuddin as-Sumatrani (tokoh sufi, w. 1630), dan Abdur
Rauf Singkel, dengan variasi masing-masing. Oleh karena itu sangat
lemah untuk mengatakan bahwa karya Syeikh Haji Abdul Muhyi yang
berjudul Martabat Kang Pitutu ini sebagai karya orsinilnya, tetapi besar
kemungkinan berupa saduran dari karya yang sudah terdapat sebelumnya
dengan penafsiran tertentu darinya.
Menurut ajaran “martabat alam tujuh”, seperti yang tertuang
dalam Martabat kang Pitutu, wujud yang hakiki mempunyai tujuh martabat,
yaitu (1) Ahadiyyah, hakikat sejati Allah Swt., (2) Wahdah, hakikat
Muhammad Saw., (3) Wahidiyyah, hakikat Adam As., (4) alam arwah,
hakikat nyawa, (5) alam misal, hakikat segala bentuk, (6) alam ajsam,
hakikat tubuh, dan (7)
alam insan, hakikat manusia. Kesemuanya bermuara pada yang satu, yaitu
Ahadiyyah, Allah Swt. Dalam menjelaskan ketujuh martabat ini Syeikh
Haji Abdul Muhyi pertama-tama menggarisbawahi perbedaan antara Tuhan dan hamba,
agar -sesuai dengan ajaran Syeikh Abdur Rauf Singkel-orang tidak
terjebak pada identiknya alam dengan Tuhan. Ia mengatakan bahwa wujud
Tuhan itu qadim (azali dan abadi),
sementara keadaan hamba adalah muhdas (baru). Dari tujuh martabat itu,
yang qadim itu meliputi martabat Ahadiyyah, Wahdah, dan Wahidiyyah,
semuanya merupakan martabat-martabat “keesaan” Allah Swt. yang
tersembunyi dari pengetahuan manusia. Inilah yang disebut sebagai
wujudullah. Empat martabat lainnya termasuk dalam apa yang disebut
muhdas, yaitu martabat-martabat yang serba mungkin, yang baru terwujud
setelah Allah Swt. memfirmankan “kun” (jadilah).
Selanjutnya melalui martabat tujuh itu Syeikh Haji Abdul Muhyi
menjelaskan konsep insan kamil (manusia sempurna). Konsep ini merupakan
tujuan pencapaian aktivitas sufi yang hanya bisa diraih dengan
penyempurnaan martabat manusia agar sedekat-dekatnya “mirip” dengan
Allah Swt.
Melalui usaha Syeikh Haji Muhyiddin, ajaran martabat tujuh yang
dikembangkan Syeikh Abdul Muhyi tersebar luas di Jawa pada abad
ke-18.*** (Suplemen Ensiklopedi Islam Jilid I, Jakarta: Ichtiar Baru
van Hoeve, cet-9, 2003, hal. 5-8.)
WIRID
Pendapat umum ialah berzikir dengan menyebut Asma Allah diiringi dalam hati dalam mengingat-Nya untuk doa maupun berzikir untuk menambah keimanan dan meningkatkan amal dengan tujuan mendekatkan diri kepada-Nya.
KESAKTIAN
Suatu sebutan umum yang berkaitan dengan kehebatan seseorang, yang menyangkut kepemilikan kekuatan gaib yang diluar akal dan logika, bertentangan dengan hukum alam. Pada umumnya istilah itu berkaitan dengan kehebatan seperti paranormal, kebal bacok, linuwih, kedigjayaan dan ajian - ajian macam2.
KESAKTIAN SEJATI
Muslim harus bersandarkan penuh akan nasibnya, keuntungannya dan keselamatannya kepada Allah SWT, segala sesuatu untuk memperoleh keselamatan diri harus kita meminta kepada-Nya dengan Jalur yang BENAR, yaitu yang diajarkan oleh Rosulullah SAW, jangan selain dari itu.
Jika kita berlindung kepada-Nya dan berdoa agar Allah SWT menolong, menjaga, memberikan keselamatan, bukankah justru akan lebih luas tanpa khusus belajar Ilmu Kebal, Ilmu Peredam Marah, Ilmu Pelet, Ilmu macem2 yang laen. Nah gimana caranya kita dapat pertolongan Allah?
BENTENG MUSLIM
Muslim tentu harus memiliki benteng penjagaan dari segala macam godaan dan ujian didalam hidup ini, dan seringkali itu menyangkut semua hal yang diluar kemampuan kita sebagai manusia biasa. Ikhtiar dan Doa maksimal adalah sarana utama, dalam melalui jalur kehidupan sehari-hari dimana kita beraktifitas.
Karena itu muslim kudu punya BENTENG kesaktian seperti :
1. Iman yang KUAT
2. Hati yang bertawakal
3. Hati yang senantiasa ZIKIR
Ketiga ini gak sekedar ucapan teori, ketiga ini bukan suatu hal yang gampang dan mudah, ketiga ini bukan sebuah nilai anjuran dalam isi ceramah - ceramah yang hanya cuma disebut only, tapi cara bagaimana mencapainya malah kita kadang jarang di bahas lebih lanjut.
Contoh :
‘…Ayo sodara2 seiman mari kita - tingkatkan Iman..’
‘…Kita harus - yakin dan percaya - Allah akan menolong kita yang kesusahan ‘
‘…Dengan landasan Taqwa mari kita bangun bangsa..’
Ketiga ungkapan umum sering terdengar, tapi sekedar disampaikan, namun hakikat kekuatan apa yang harus kita miliki sebagai muslim jarang dikupas, jarang diberikan kemasyarakat awam, keluarga kita, atau sodara kita. Jadi ketiganya hanya sekedar dianggukan diiyakan namun hambar pelaksanaan, karena beberapa waktu kemudian semua kita dihanyutkan gelombang duniawi dengan semua atributnya yang membuat ingatan pun melayang, gak ingat lagi tiga ungkapan diatas karena mudah dilupakan karena gak berbekas, karena sering didengar setiap minggu sekali atau setiap pagi.
JURUS SATU - KENALI ALLAH SWT
Kenali Allah dimana Dia menciptakan kita, memberikan kesehatan, memberikan anak yang lucu, memberikan kita Ayah Ibu tercinta, memberikan kita udara yang bisa dihirup dimana komposisi kimia udara diperhitungkan cermat, canggih, sangat pas komposisi, ukuran2 zatnya sehingga kita bisa bernafas sama halnya dengan Air yg kita minum, juga paru2, lidah, banyangkan rasakan waktu kita mengecap makanan, kunyah pelan2, Insya Allah sensasinya adalah sensasi Kemaha Besaran Allah ada di hati kita, zikirlah dalam segala kegiatan, di kendaraan perhatikan muka-muka orang yang memiliki perbedaan, dan ini bermilyar-milyar orang bahkan semua manusia yang pernah hidup di dunia, mereka memiliki perbedaan, yaitu beda sifatnya, beda idungnya, beda rejekinya, beda keahliannya, juga gimana kita saat ngendarain motor, mobil rasakan juga gimana hubungan otak, mata, otot, sinyal2 otak, bentuk badan, yang akhirnya kita bisa enak mengendarai kendaraan, gimana manusia diberikan Ilmunya oleh Allah sehingga bisa buat kendaraan yang kita pakai atau kita tumpangi, dll.
JURUS DUA - BERSYUKUR DAN IBADAH
Rosulullah SAW tahajud sampe bengkak kaki, alasan beliau adalah karena beliau BERSYUKUR, banyak perintah ibadah dalam Qur’an yang dikorelasikan dengan BERSYUKUR.
AN NAML : 40
“Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.”
AL MU’MINUUN : 78
“Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati.
Amat sedikitlah kamu bersyukur.”
Al MU’MIN :61
“Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyal karunia yang dilimpahkan atas manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur. ”
Jika kita kenal Allah SWT, ingat terus dalam hati bawa perasaan, dan fikirkan dalam kehidupan sehari-hari semuanya disekeliling kita, maka NYATA sekali, Allah yang paling BESAR jasanya dalam kehidupan kita. Disini landasan seorang Muslim beribadah sekuat-kuatnya demi mengungkapkan rasa SYUKUR tadi, menuruti Perintah-Nya, dan tanpa kenal bosan berdoa, meminta ampunan atas semua dosa yang dilakukan.
Tanyakan pada diri kita masing-masing, jika ada seseorang yang berjasa besar dengan hidup kita pasti kita akan berterima kasih, menganggap teman sejatilah, menjanjikannya balas jasa, sering mengelu-elukannya, sering teringat jasa baiknya yang begituuuuuu berkesan.
Kemudian kedua orang tua kita, kita cinta sekali, karena jasa keduanya, karena mereka sangat sayang kepada kita, semua akan kita lalukan demi menyenangkan hati orang tua.
Kemudian begitu banyak cerita-cerita orang, gimana diantara kisah mereka adalah pengorbanan terhadap kawannya, sodaranya, orang tuanya karena cinta, cinta itu berdasarkan jasa, karena jasa yang besar haruslah berdasarkan hati yang tulus, tu emang kehidupan kisah ini dapat kita jumpai dimanapun baik teman, rekan, bahkan orang yang baru kenal, baca koran dll
Nah disini mari kita RENUNGI dengan apa yang realitanya terjadi, SIAPA yang BERJASA NOMOR SATU pada kehidupan kita, dia adalah Allah SWT. Dimana dia yang menciptakan semuanya, baik itu orang, sarana kehidupan, kejadian yang berjalan semuanya HARUS dengan IJIN-NYA, bahkan gak ada sesuatu pun yang terjadi, berada PASTILAH ALLAH SWT Berada dibalik SEEEEMUANYA.
Disitu Insya Allah kita akan enteng tahajud, tilawah, sambil diiringi dengan zikir harian sesuai petunjuk Rosulullah SAW dengan memikirkan tanda2 kebesaran-Nya, karena zikir, fikir, tidak bisa di stop, harus dilakukan secara rutin, jadi kehidupan kita gak sia2, senantiasa diisi dengan Ibadah secara maksimal baik dalam ritual, maupun dalam bersosial, dengan landasan karena Allah SWT.
Setiap hari kita akan Tahajud, mengungkapkan rasa SYUKUR, Sholat 5 Waktu, karena Insya Allah kita sebagai mahluk yang terhormat, memiliki rasa tahu diri, rasa berterima kasih, rasa ingin melakukan sebesar2nya pengabdian kepada Allah SWT kalo bisa disetiap waktu, detik, dengan tujuan meng-IKHLAS kan ketaatan hanya kepada-Nya.
Jika kita gak berssyukur, mahluk macam apa kita ya ?, dengan sesama kita bisa membalas jasa, namun dengan Allah SWT, membangkang, durhaka, CUEK dengan urusan Umat, ngasal jalanin Hidup, Berdakwah masih ngitungin sisi2 komersil, Ego masih di gede2in, kesejahteraan pribadi golongan masih diprioritasin, Gak berani begini gak berani begitu karena terlalu ngitung, gak yakin dengan Semuanya gak lepas dari kehendak ILAHI, Ibadah sengebut2nya, Gak peduli dengan umat Islam, gak peduli dengan pengajian atau hal2 yang bernuansa ke-Islaman,
TELADAN AMALAN ORANG2 YANG BERSYUKUR
Profil AMALIAH mereka yang bersyukur, Para Rosulullah SAW dan Shahabat.
ROSULULLAH SAW
Rosulullah SAW dikenal dengan orang yang paling DERMAWAN, tidak pernah menolak jika di mintai orang, bahkan shahabat menilai beliau, sebagai orang yang BERSEDEKAH sebagai orang yang seakan2 gak pernah TAKUT MISKIN.
Kita kadang meng-claim :
Ikutii Sunnah Rosuuuuuull……Di jawab dengan takbir : Allaaahu Akbar !!!!
Haru, sedih, bangga saat itu, tapi apakah kita sudah pernah mengikuti Sunnah Rosul, Sifat BELIAU yang diatas, walaupun cuma sekedar sejam saja ?, baik Partai Islam yang besar2 dan Mapan, Organisasi Massa Islam yang memiliki dana cukup, Ulama2 yang berlimpah Harta ?, demikian juga dengan kita sebagai perseorangan, jangan2 kita mikirin umat Islam aja gak pernah, terlampau sibuk, terlampau tawakal dengan kantor dan jumlah gaji bulanan.
Yaa Allah jadikan kita semua sebagai golongan Hamba-Mu yang bersyukur…Yaa Allah ampuni semua dosa kesalahan kami kaum muslimin….Yaa Allah berilah Petunjuk untuk di Jalan yang Benar, bagi kami semua muslimin. Wallaahu A’lam.
SEMOGA BERMANFAAT !! WASSALAM
saya bukan apa-apa tapi saya berani mengingatkan para Kyai manapun agar tetap menjadi kyai yang benar-benar ulama bukan kyai yang rebutan kursi dan umat ditinggalkan INGAT !!! perjuangan belum selesai. dan jangan merasa paling kyai dan paling suci dengan bersurban dan memandang rendah UMAT yang tidak bersorban bahkan KEPADA UMAT yang tidak punya uang.
Karena sesungguhnya ketaqwaan kepada Allah SWT dan kecintaan kepada rasullah yang menuju Ridlo Allah SWT
(Mas EDI atau Gus Achmad al chudlory.adalah rakyat jelata yang bernasab dari Raden Sumadihardja Atmadja sampai mbah syarif hidayatullah/Sunan gunung Jati)
Achmad/mas edi adalah mantu kiai sepuh garut alm. KH Harun Al rasyid (112 th) , PP AS SALAM,Keresek,Kec.Cibatu,Kab.Garut saat ini mas edi berdomisili di Tas 3 blok M wonoayu-Sidoarjo
silsilah asli keluarga kami ada di kediaman kami, hubungi atau sms dan kami berharap kami ketemu dan silaturahmi membentuk komunikasi keluarga dari barat ke timur menyatukan hati dan doa untuk negeri dan berdakwah ditengah masyarakat tidak perlu menjadi terkenal tapi menjadi
khodimul ummah
saat ini kami sedang membentuk RABITHAH AZMATKHAN cabang Sidoarjo dan Surabaya dan sedang menginventarisir nama para ulama yang bernasab sampai Ke Walisanga baik dari jalur perempuan dan laki-laki. bila ada info kirim ke email kami : sayyidachmad@gmail.com
RABITHAH AZMATKHAN SUDAH TERBENTUK SEJAK TAHUN 2005 beranggotakan Kyai atau ulama atau khalayak umum (www.azmatkhanalhusaini.com) sebuah komunitas dari sebuah keluarga untuk umat
PERIODE ( Masa Bakti 2012 - 2020
Dewan Pendiri
1. KH. A. Ridho bin Shonhaji (Pamekasan Madura).
2. KH. Ali Badri Masyhuri (Pasuruan Jawa Timur).
3. KH. MH. Mutawakkil Alallah (Probolinggo Jawa Timur).
4. KH. MH. Saiful Islam Saifourrijal (Probolinggo Jawa Timur).
5. KH. MH. Abdul Bar Saifourrijal (Probolinggo Jawa Timur.
6. KH. Tb. Fathul Azhim Khathib (Serang Banten).
7. KH. DR. Burhanul Arifin (Malang Jawa Timur).
8. KH. Hasan bin Abu Bakar (Cirebon Jawa Barat).
9. KH. Isma’il Muhtadi (Cirebon Jawa Barat).
10. KH. Fawaid As’ad (Situbondo Jawa Timur).
11. KH. Tb. Ahmad Zain (Sukabumi Jawa Barat).
12. KH. Mas’udi Busyiri, MA (Malang Jawa Timur).
13. KH. Tb. Saifuddin Abdullah (Serang Banten).
14. KH. Ahmad bin Hasan (Cirebon Jawa Barat).
15. Sultan Raja Emiruddin (Cirebon Jawa Barat).
16. Sultan Raja Abdulghani Natadiningrat (Cirebon Jawa Barat).
17. Pangeran Nur Hidayat Purbaningrat (Cirebon Jawa Barat).
18. H. Tb. Dedi Zainuddin (serang Banten).
Dewan Kehormatan:
1. KH. MH. Mutawakkil Alallah (Probolinggo Jawa Timur).
2. KH. A. Ridho bin Shonhaji (Pamekasan Madura).
3. KH. MH. Saiful Islam Saifourrijal (Probolinggo Jawa Timur).
4. KH. MH. Abdul Bar Saifourrijal (Probolinggo Jawa Timur.
5. KH. Tb. Fathul Azhim Khathib (Serang Banten).
6. KH. DR. Burhanul Arifin (Malang Jawa Timur).
7. KH. Hasan bin Abu Bakar (Cirebon Jawa Barat).
8. KH. Isma’il Muhtadi (Cirebon Jawa Barat).
9. KH. Fawaid As’ad (Situbondo Jawa Timur).
10. KH. Tb. Ahmad Zain (Sukabumi Jawa Barat).
11. KH. Mas’udi Busyiri, MA (Malang Jawa Timur).
12. KH. Tb. Saifuddin Abdullah (Serang Banten).
13. KH. Ahmad bin Hasan (Cirebon Jawa Barat).
14. Sultan Raja Emiruddin (Cirebon Jawa Barat).
15. Sultan Raja Abdulghani Natadiningrat (Cirebon Jawa Barat).
16. Pangeran Nur Hidayat Purbaningrat (Cirebon Jawa Barat).
17. H. Tb. Dedi Zainuddin (Serang Banten).
18. KH. Alawi Muhammad (Sambapng Madura).
19. KH. Mushthofa Agil Siraj (Cirebon Jawa Barat).
20. KH. Abdul Mu’iz Tirmidzi (Bondowoso Jawa Timur).
21. KH. Muhammad Tsabit (Sumenep Madura).
22. H. Tb. Edi Kusnadi.
23. KH. Abdul Gofur (Bondowoso)
Dewan Pembina (Mustasyar):
1. KH. Ali Badri Masyhuri (Ketua).
2. KH. DR. Burhanul Arifin.
3. KH. MH. Saiful Islam.
4. KH. Ahmad Hasan
5. KH. Mas Luqman Hakim
Dewan Pengawas:
1. KH. Tb. Fathul Azhim Khathib.
2. KH. Mas’udi Busyiri, Lc, MA.
3. KH. Mas Saiful Muluk
4. KH. Mas Yusuf Muhajir
5. KH. Mahrus Abdul Malik
Dewan Pengurus Harian
Ketua Umum : KH. DR. Muhammad Dhiyauddin
Sekretaris Jenderal : KH. Maksum Tirmidzi
Bendahara Umum : K. Ali Khoiron
Ketua-ketua Bidang
Bidang Pembinaan : KH. DR. Rohimuddin Nawawi
Bidang Kegiatan Umum : KH. Ali Zainal Arifin
Bidang Penggalangan Dana : KH. Thohari
Kepengurusan pendataan wilayah Sidoarjo :
1. Gus Zulfikar bin ,putra Kyai Rois Bangil,juara QORI , Sidoarjo
(031-70963390)
2. Tubagus Edi Sudjak atmadja (Gus Achmad khudlory al muhdor) (mantu KH Harun
Al Rasyid,PP As Salam dan PP Keresek Cibatu Garut) di perum TAS 3 wonoayu
Kepengurusan Surabaya
1. Gus Arifin , Surabaya
2. Mas Yusuf Muhajir
Kepengurusan Jombang
1. Gus Khoiron, Tambak Bersa Jombang
Kami tersus berusaha memngumpulkan menginventaris para keturunana ahlul bait demi iuntuk menyatukan doa untuk negeri Indonesia
DAN MOHON BAGI YANG TELAH MENYALIN BLOGSPOT INI KAMI BUKANNYA MENGAKU-NGAKU KETURUNAN WALISANGA AKAN TETAPI BERDASARKAN DOKUMEN OTENTIK YANG DITINGGALKAN OLEH LELUHUR KAMI, YANG MENYATAKAN BAHWA KAMI MERUPAKAN KETURUNAN LANGSUNG DARI JALUR LAKI-LAKI MAUPUN PEREMPUAN. KAMI BERTUJUAN MELURUSKAN , mencari DAN MENJALIN SILATURAHMI KELUARGA KAMI.
BESERTA BEBERAPA STRUKTUR KEPENGURUSAN WILAYAH MAUPUN CABANG DI TIAP-TIAP KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA
PRINSIP DAN DASAR
PENDIRIAN ROBITHOH AZMATKHAN
Mengingat keturunan Sayyid Abdul Malik Azmatkhan banyak tersebar di Indonesia melalui sebagian besar anggota Walisongo, sedangkan kebanyakan mereka tidak saling mengenal keluarga dari jalur lain, maka didirikanlah Robithoh Azmatkhan pada tahun 2005 di Pesantren Tattangoh Pamekasan dan dikukuhkan pada hari ahad tanggal 16 syawal 1428 / 28 Oktober 2007 di Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo Jawa Timur.
Robithoh Azmatkhan didirikan untuk tujuan-tujuan penting sebagai berikut:
1. mengamalkan sabda Rasulullah SAW:
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلكِنَّ الْوَاصِلَ إِذَا انْقَطَعَ رَحِمُهُ وَصَلَهُ
“Bukanlah orang menyambung keluarga itu yang saling membalas, melainkah orang yang apabila ada keluarga yang terputus maka iapun menyambung keluarga itu.”
2. Memanfaatkan hubungan keluarga untuk mempererat hubungan para Kiai dan tokoh Indonesia yang kebanyakan masih keturunan Walisongo. Harapannya, kebersatuan mereka akan membawa kebaikan untuk ummat.
3. Mendata seluruh keluarga keturunan Azmatkhan untuk diketahui kondisi agama dan ekonominya, untuk kemudian diadakan pembinaan pada keluarga yang kurang pengetahuan agamanya dan lemah ekonominya, karena tidak sedikit keluarga yang menyimpan silsilah dengan rapi tapi agama dan ekonominya memperihatinkan.
4. Mensosialisasikan ajaran dan manhaj leluhur, khususnya kepada generasi muda keluarga keturunan Azmatkhan, agar meneladani leluhur, khususnya ajaran dan manhaj Walisongo.
W A L I S O N G O
Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke 14. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
Arti Walisongo
Masjid Agung Demak, diyakini sebagai salah satu tempat berkumpulnya para wali yang paling awal.
Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat.
Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo ini adalah sebuah Majelis Dakwah yang pertama kali didirikan oleh Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) pada tahun 1404 M/808 H. Saat itu Majelis Dakwah Walisongo beranggotakan Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik); Maulana Ishaq (Sunan Wali Lanang); Maulana Ahmad Jumadil Kubro (Sunan Kubrawi,); Maulana Muhammad Al-Maghrabi Sunan Maghribi); Maulana Malik Isra'il (Raja Champa Pertama; Maulana Muhammad Ali Akbar; Maulana Hasanuddin;Maulana 'Aliyuddin dan Syekh Subakir.
Para Walisongo adalah intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan.
Nama-nama Walisongo Menurut Periode Waktunya
Menurut Catatan dari Al-Habib Hadi bin Abdullah Al-Haddar dan As-Sayyid Bahruddin Ba'alawi Al-Husaini, disebutkan bahwa:
Wali Songo Angkatan Ke-1, tahun 1404 – 1435 M. Terdiri dari:
1. Maulana Malik Ibrahim, [wafat 1419 M]
2. Maulana Ishaq,
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro,
4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi,
5. Maulana Malik Isra'il,[wafat 1435 M]
6. Maulana Muhammad Ali Akbar,[wafat 1435 M]
7. Maulana Hasanuddin,
8. Maulana 'Aliyuddin,
9. Syekh Subakir, atau Syaikh Muhammad Al-Baqir
Wali Songo Angkatan ke-2, tahun 1435 - 1463 M, terdiri dari
1. Sunan Ampel, [tahun 1419 menggantikan Maulana Malik Ibrahim]
2. Maulana Ishaq, [wafat 1463]
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro,
4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi,
5. Sunan Kudus, [tahun 1435 menggantikan Maulana Malik Isra’il]
6. Sunan Gunung Jati, [tahun 1435 menggantikan Maulana Muhammad Ali Akbar]
7. Maulana Hasanuddin, [wafat 1462 M]
8. Maulana 'Aliyuddin, [wafat 1462 M]
9. Syekh Subakir, [wafat 1463 M]
Wali Songo Angkatan ke-3, 1463 - 1466 M, terdiri dari
1. Sunan Ampel,
2. Sunan Giri, [tahun 1463 menggantikan Maulana Ishaq]
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, [w.1465 M]
4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi, [w.1465 M]
5. Sunan Kudus, 6. Sunan Gunung Jati,
7. Sunan Bonang, [tahun 1462 menggantikan Maulana Hasanuddin]
8. Sunan Derajat, [tahun 1462 menggantikan Maulana ‘Aliyyuddin]
9. Sunan Kalijaga, [tahun 1463 menggantikan Syaikh Subakir]
Wali Songo Angkatan ke-4, 1466 - 1513 M, terdiri dari
1. Sunan Ampel, [w.1481]
2. Sunan Giri, [w.1505]
3. Raden Fattah, [pada tahun 1465 mengganti Maulana Ahmad Jumadil Kubra]
4. Fathullah Khan [Falatehan], [pada tahun 1465 mengganti Maulana Muhammad Al-Maghrabi]
5. Sunan Kudus,
6. Sunan Gunung Jati,
7. Sunan Bonang,
8. Sunan Derajat,
9. Sunan Kalijaga, [wafat tahun 1513]
Wali Songo Angkatan ke-5, [1513 - 1533 M], terdiri dari
1. Syaikh Siti Jenar, wafat tahun 1517] [tahun 1481 Menggantikan Sunan Ampel]
2. Raden Faqih Sunan Ampel II [ Tahun 1505 menggantikan kakak iparnya, yaitu Sunan Giri]
3. Raden Fattah, [wafat tahun 1518]
4. Fathullah Khan [Falatehan],
5. Sunan Kudus, [wafat 1550]
6. Sunan Gunung Jati,
7. Sunan Bonang, [w.1525 M]
8. Sunan Derajat, [w. 1533 M]
9. Sunan Muria, [tahun 1513 menggantikan ayahnya yaitu Sunan Kalijaga]
Wali Songo Angkatan ke-6, [1533 - 1546 M], terdiri dari:
1. Syaikh Abdul Qahhar [Sunan Sedayu], [Tahun 1517 menggantikan ayahnya, yaitu Syaikh Siti Jenar]
2. Raden Zainal Abidin Sunan Demak [Tahun 1540 menggantikan kakaknya, yaitu Raden Faqih Sunan Ampel II)
3. Sultan Trenggana [tahun 1518 menggantikan ayahnya yaitu Raden Fattah]
4. Fathullah Khan [Falatehan], [wafat tahun 1573]
5. Sayyid Amir Hasan, [tahun 1550 menggantikan ayahnya, yaitu Sunan Kudus]
6. Sunan Gunung Jati, [w.1569]
7. Raden Husamuddin Sunan Lamongan, [Tahun 1525 menggantikan kakaknya, yaitu Sunan Bonang]
8. Sunan Pakuan, [Tahun 1533 menggantikan ayahnya, yaitu Sunan Derajat]
9. Sunan Muria, [w. 1551]
Wali Songo Angkatan ke-7, 1546- 1591 M, terdiri dari
1. Syaikh Abdul Qahhar [Sunan Sedayu], [wafat 1599]
2. Sunan Prapen, [tahun 1570 menggantikan Raden Zainal Abidin Sunan Demak]
3. Sunan Prawoto, [ tahun 1546 Menggantikan ayahnya Sultan Trenggana]
4. Maulana Yusuf, [pada tahun 1573 menggantikan pamannya yaitu Fathullah Khan [Falatehan], Maulana Yusuf adalah cucu Sunan Gunung Jati]
5. Sayyid Amir Hasan,
6. Maulana Hasanuddin, [pada tahun 1569 menggantikan ayahnya, yaitu Sunan Gunung Jati]
7. Sunan Mojoagung [tahun 1570 Menggantikan Sunan Lamongan]
8. Sunan Cendana, [tahun 1570 menggantikan kakeknya, yaitu Sunan Pakuan]
9. Sayyid Shaleh [Panembahan Pekaos], [tahun 1551 menggantikan kakek dari ibunya, yaitu Sunan Muria. Sedangkan Sayyid Shaleh adalah Shaleh bin Amir Hasan bin Sunan Kudus]
Wali Songo Angkatan ke-8, 1592- 1650 M, terdiri dari
1. Syaikh Abdul Qadir [Sunan Magelang], asal Magelang, [wafat 1599], menggantikan Sunan Sedayu
2. Baba Daud Ar-Rumi Al-Jawi, [1650 menggantikan Gurunya yaitu Sunan Prapen]
3. Sultan Hadiwijaya [Joko Tingkir], [tahun 1549 Menggantikan Sultan Prawoto]
4. Maulana Yusuf, asal Cirebon
5. Sayyid Amir Hasan, asal Kudus
6. Maulana Hasanuddin, asal Cirebon
7. Syaikh Syamsuddin Abdullah Al-Sumatrani, [tahun 1650 Menggantikan Sunan Mojo Agung]
8. Syaikh Abdul Ghafur bin Abbas Al-Manduri, [tahun 1650 menggantikan Sunan Cendana] 9. Sayyid Shaleh [Panembahan Pekaos],
Wali Songo Angkatan ke 9, 1650 – 1750M, terdiri dari:
1. Syaikh Abdul Muhyi Pamijahan [tahun 1750 menggantikan Sunan Magelang]
2. Syaikh Shihabuddin Al-Jawi [tahun 1749 menggantikan Baba Daud Ar-Rumi]
3. Sayyid Yusuf Anggawi [Raden Pratanu Madura], Sumenep Madura [Menggantikan, yaitu Sultan Hadiwijaya / Joko Tingkir]
4. Syaikh Haji Abdur Rauf Al-Bantani, [tahun 1750 Menggantikan Maulana Yusuf, asal Cirebon ]
5. Syaikh Nawawi Al-Bantani. [1740 menggantikan Gurunya, yaitu Sayyid Amir Hasan bin Sunan Kudus]
6. Sultan Abulmufahir Muhammad Abdul Kadir [ tahun 1750 menggantikan buyutnya yaitu Maulana Hasanuddin]
7. Sultan Abulmu'ali Ahmad [Tahun 1750 menggantikan Syaikh Syamsuddin Abdullah Al-Sumatrani]
8. Syaikh Abdul Ghafur bin Abbas Al-Manduri
9. Sayyid Ahmad Baidhawi Azmatkhan [tahun 1750 menggantikan ayahnya, Sayyid Shalih Panembahan Pekaos]
Wali Songo Angkatan ke-10, 1751 – 1897
1. Pangeran Diponegoro [ menggantikan gurunya, yaitu: Syaikh Abdul Muhyi Pamijahan] 2. Sentot Ali Basyah Prawirodirjo, [menggantikan Syaikh Shihabuddin Al-Jawi]
3. Kyai Mojo, [Menggantikan Sayyid Yusuf Anggawi [Raden Pratanu Madura]
4. Kyai Kasan Besari, [Menggantikan Syaikh Haji Abdur Rauf Al-Bantani]
5. Syaikh Nawawi Al-Bantani. …
6. Sultan Ageng Tirtayasa Abdul Fattah, [menggantikan kakeknya, yaitu Sultan Abulmufahir Muhammad Abdul Kadir]
7. Pangeran Sadeli, [Menggantikan kakeknya yaitu: Sultan Abulmu'ali Ahmad]
8. Sayyid Abdul Wahid Azmatkhan, Sumenep, Madura [Menggantikan Syaikh Abdul Ghafur bin Abbas Al-Manduri]
9. Sayyid Abdur Rahman (Bhujuk Lek-palek), Bangkalan, Madura, [Menggantikan kakeknya, yaitu: Sayyid Ahmad Baidhawi Azmatkhan]
Tahun 1830 – 1900 [Majelis Dakwah Wali Songo dibekukan oleh Kolonial Belanda, dan banyak para ulama’ keturunan Wali Songo yang dipenjara dan dibunuh]
Dari nama para Wali Songo tersebut, pada umumnya terdapat sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang paling terkenal, yaitu:
• Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim
• Sunan Ampel atau Raden Rahmat
• Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim
• Sunan Drajat atau Raden Qasim
• Sunan Kudus atau Ja'far Shadiq
• Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin
• Sunan Kalijaga atau Raden Said
• Sunan Muria atau Raden Umar Said
• Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah
Para Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, baik dalam ikatan darah juga karena pernikahan atau dalam hubungan Mursyid-Murid.
Maulana Malik Ibrahim
Maulana Malik Ibrahim adalah keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad. Ia disebut juga Sunan Gresik, atau Sunan Tandhes, atau Mursyid Akbar Thariqat Wali Songo . Nasab As-Sayyid Maulana Malik Ibrahim Nasab Maulana Malik Ibrahim menurut catatan Dari As-Sayyid Bahruddin Ba'alawi Al-Husaini yang kumpulan catatannya kemudian dibukukan dalam Ensiklopedi Nasab Ahlul Bait yang terdiri dari beberapa volume (jilid). Dalam Catatan itu tertulis: As-Sayyid Maulana Malik Ibrahim bin As-Sayyid Barakat Zainal Alam bin As-Sayyid Husain Jamaluddin bin As-Sayyid Ahmad Jalaluddin bin As-Sayyid Abdullah bin As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin As-Sayyid Alwi Ammil Faqih bin As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin As-Sayyid Ali Khali’ Qasam bin As-Sayyid Alwi bin As-Sayyid Muhammad bin As-Sayyid Alwi bin As-Sayyid Ubaidillah bin Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin Al-Imam Isa bin Al-Imam Muhammad bin Al-Imam Ali Al-Uraidhi bin Al-Imam Ja’far Shadiq bin Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Al-Imam Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra/Ali bin Abi Thalib, binti Nabi Muhammad Rasulullah
Ia diperkirakan lahir di Samarkand di Asia Tengah, pada paruh awal abad ke-14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah orang Jawa terhadap As-Samarqandy.[1] Dalam cerita rakyat, ada yang memanggilnya Kakek Bantal.
Isteri Maulana Malik Ibrahim
Maulana Malik Ibrahim memiliki, 3 isteri bernama: 1. Siti Fathimah binti Ali Nurul Alam Maulana Israil (Raja Champa Dinasti Azmatkhan 1), memiliki 2 anak, bernama: Maulana Moqfaroh dan Syarifah Sarah 2. Siti Maryam binti Syaikh Subakir, memiliki 4 anak, yaitu: Abdullah, Ibrahim, Abdul Ghafur, dan Ahmad 3. Wan Jamilah binti Ibrahim Zainuddin Al-Akbar Asmaraqandi, memiliki 2 anak yaitu: Abbas dan Yusuf. Selanjutnya Sharifah Sarah binti Maulana Malik Ibrahim dinikahkan dengan Sayyid Fadhal Ali Murtadha [Sunan Santri/ Raden Santri] dan melahirkan dua putera yaitu Haji Utsman (Sunan Manyuran) dan Utsman Haji (Sunan Ngudung). Selanjutnya Sayyid Utsman Haji (Sunan Ngudung) berputera Sayyid Ja’far Shadiq [Sunan Kudus].
Maulana Malik Ibrahim umumnya dianggap sebagai wali pertama yang mendakwahkan Islam di Jawa. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam dan banyak merangkul rakyat kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa yang tersisihkan akhir kekuasaan Majapahit. Malik Ibrahim berusaha menarik hati masyarakat, yang tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Ia membangun pondokan tempat belajar agama di Leran, Gresik. Pada tahun 1419, Malik Ibrahim wafat. Makamnya terdapat di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur.
Sunan Ampel
Sunan Ampel bernama asli Raden Rahmat, keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad, menurut riwayat ia adalah putra Ibrahim Zainuddin Al-Akbar dan seorang putri Champa yang bernama Dewi Condro Wulan binti Raja Champa Terakhir Dari Dinasti Ming. Nasab lengkapnya sebagai berikut: Sunan Ampel bin Sayyid Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin Sayyid Jamaluddin Al-Husain bin Sayyid Ahmad Jalaluddin bin Sayyid Abdullah bin Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin Sayyid Alwi Ammil Faqih bin Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin Sayyid Ali Khali’ Qasam bin Sayyid Alwi bin Sayyid Muhammad bin Sayyid Alwi bin Sayyid Ubaidillah bin Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin Sayyid Isa bin Sayyid Muhammad bin Sayyid Ali Al-Uraidhi bin Imam Ja’far Shadiq bin Imam Muhammad Al-Baqir bin Imam Ali Zainal Abidin bin Imam Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah. Sunan Ampel umumnya dianggap sebagai sesepuh oleh para wali lainnya. Pesantrennya bertempat di Ampel Denta, Surabaya, dan merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam tertua di Jawa. Ia menikah dengan Dewi Condrowati yang bergelar Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja dan menikah juga dengan Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning. Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati alias Nyai Ageng Manila binti Aryo Tejo, berputera: Sunan Bonang,Siti Syari’ah,Sunan Derajat,Sunan Sedayu,Siti Muthmainnah dan Siti Hafsah. Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning, berputera: Dewi Murtasiyah,Asyiqah,Raden Husamuddin (Sunan Lamongan,Raden Zainal Abidin (Sunan Demak),Pangeran Tumapel dan Raden Faqih (Sunan Ampel 2. Makam Sunan Ampel teletak di dekat Masjid Ampel, Surabaya.
Sunan Bonang
Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Bonang banyak berdakwah melalui kesenian untuk menarik penduduk Jawa agar memeluk agama Islam. Ia dikatakan sebagai penggubah suluk Wijil dan tembang Tombo Ati, yang masih sering dinyanyikan orang. Pembaharuannya pada gamelan Jawa ialah dengan memasukkan rebab dan bonang, yang sering dihubungkan dengan namanya. Universitas Leiden menyimpan sebuah karya sastra bahasa Jawa bernama Het Boek van Bonang atau Buku Bonang. Menurut G.W.J. Drewes, itu bukan karya Sunan Bonang namun mungkin saja mengandung ajarannya. Sunan Bonang diperkirakan wafat pada tahun 1525.
Sunan Drajat
Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Drajat banyak berdakwah kepada masyarakat kebanyakan. Ia menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat, sebagai pengamalan dari agama Islam. Pesantren Sunan Drajat dijalankan secara mandiri sebagai wilayah perdikan, bertempat di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan. Tembang macapat Pangkur disebutkan sebagai ciptaannya. Gamelan Singomengkok peninggalannya terdapat di Musium Daerah Sunan Drajat, Lamongan. Sunan Drajat diperkirakan wafat wafat pada 1522.
Sunan Kudus
Sunan Kudus adalah putra Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji, dengan Syarifah Ruhil atau Dewi Ruhil yang bergelar Nyai Anom Manyuran binti Nyai Ageng Melaka binti Sunan Ampel. Sunan Kudus adalah keturunan ke-24 dari Nabi Muhammad. Sunan Kudus bin Sunan Ngudung bin Fadhal Ali Murtadha bin Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin Jamaluddin Al-Husain bin Ahmad Jalaluddin bin Abdillah bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah. Sebagai seorang wali, Sunan Kudus memiliki peran yang besar dalam pemerintahan Kesultanan Demak, yaitu sebagai panglima perang, penasehat Sultan Demak, Mursyid Thariqah dan hakim peradilan negara. Ia banyak berdakwah di kalangan kaum penguasa dan priyayi Jawa. Di antara yang pernah menjadi muridnya, ialah Sunan Prawoto penguasa Demak, dan Arya Penangsang adipati Jipang Panolan. Salah satu peninggalannya yang terkenal ialah Mesjid Menara Kudus, yang arsitekturnya bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550. Keturunannya yang menjadi ulama' besar adalah As-Sayyid KH.Muhammad Kholil Azmatkhan Al-Husaini Bangkalan, dan generasi yang masih hidup adalah As-Sayyid KH.Shohibul Faroji Azmatkhan Ba'alawi Al-Husaini (Sekarang menjadi Mursyid Thariqah Wali Songo). Thariqah Wali Songo terdiri dari 9 Thariqah, yaitu: Thariqah 'Alawiyyah, Thariqah Qadiriyyah, Thariqah Naqsabandiyyah, Thariqah Syadziliyyah, Thariqah Sanusiyyah, Thariqah Maulawiyyah, Thariqah Nur Muhammadiyyah, Thariqah Khidiriyyah dan Thariqah Ahadiyyah.
Sunan Giri
Sunan Giri adalah putra Maulana Ishaq. Sunan Giri adalah keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad, merupakan murid dari Sunan Ampel dan saudara seperguruan dari Sunan Bonang. Ia mendirikan pemerintahan mandiri di Giri Kedaton, Gresik; yang selanjutnya berperan sebagai pusat dakwah Islam di wilayah Jawa dan Indonesia timur, bahkan sampai ke kepulauan Maluku. Salah satu keturunannya yang terkenal ialah Sunan Giri Prapen, yang menyebarkan agama Islam ke wilayah Lombok dan Bima.
Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur atau Sayyid Ahmad bin Mansur (Syekh Subakir). Ia adalah murid Sunan Bonang. Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah, antara lain kesenian wayang kulit dan tembang suluk. Tembang suluk Ilir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul umumnya dianggap sebagai hasil karyanya. Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq, menikahi juga Syarifah Zainab binti Syekh Siti Jenar dan Ratu Kano Kediri binti Raja Kediri.
Sunan Muria
Sunan Muria atau Raden Umar Said adalah putra Sunan Kalijaga. Ia adalah putra dari Sunan Kalijaga dari isterinya yang bernama Dewi Sarah binti Maulana Ishaq. Sunan Muria menikah dengan Dewi Sujinah, putri Sunan Ngudung. Jadi Sunan Muria adalah adik ipar dari Sunan Kudus.
Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah putra Syarif Abdullah Umdatuddin putra Ali Nurul Alam putra Syekh Husain Jamaluddin Akbar. Dari pihak ibu, ia masih keturunan keraton Pajajaran melalui Nyai Rara Santang, yaitu anak dari Sri Baduga Maharaja. Sunan Gunung Jati mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahannya, yang sesudahnya kemudian menjadi Kesultanan Cirebon. Anaknya yang bernama Maulana Hasanuddin, juga berhasil mengembangkan kekuasaan dan menyebarkan agama Islam di Banten, sehingga kemudian menjadi cikal-bakal berdirinya Kesultanan Banten.
Tokoh pendahulu Walisongo
Syekh Jumadil Qubro
Syekh Jumadil Qubro adalah Maulana Ahmad Jumadil Kubra bin Husain Jamaluddin bin Ahmad Jalaluddin bin Abdillah bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah Syekh Jumadil Qubro adalah putra Husain Jamaluddin dari isterinya yang bernama Puteri Selindung Bulan (Putri Saadong II/ Putri Kelantan Tua). Tokoh ini sering disebutkan dalam berbagai babad dan cerita rakyat sebagai salah seorang pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa.
Makamnya terdapat di beberapa tempat yaitu di Semarang, Trowulan, atau di desa Turgo (dekat Pelawangan), Yogyakarta. Belum diketahui yang mana yang betul-betul merupakan kuburnya.[2] [3]
Teori keturunan Hadramaut
Walaupun masih ada pendapat yang menyebut Walisongo adalah keturunan Samarkand (Asia Tengah), Champa atau tempat lainnya, namun tampaknya tempat-tampat tersebut lebih merupakan jalur penyebaran para mubaligh daripada merupakan asal-muasal mereka yang sebagian besar adalah kaum Sayyid atau Syarif. Beberapa argumentasi yang diberikan oleh Muhammad Al Baqir, dalam bukunya Thariqah Menuju Kebahagiaan, mendukung bahwa Walisongo adalah keturunan Hadramaut (Yaman):
• L.W.C van den Berg, Islamolog dan ahli hukum Belanda yang mengadakan riset pada 1884-1886, dalam bukunya Le Hadhramout et les colonies arabes dans l'archipel Indien (1886)[4] mengatakan:
”Adapun hasil nyata dalam penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari orang-orang Sayyid Syarif. Dengan perantaraan mereka agama Islam tersiar di antara raja-raja Hindu di Jawa dan lainnya. Selain dari mereka ini, walaupun ada juga suku-suku lain Hadramaut (yang bukan golongan Sayyid Syarif), tetapi mereka ini tidak meninggalkan pengaruh sebesar itu. Hal ini disebabkan mereka (kaum Sayyid Syarif) adalah keturunan dari tokoh pembawa Islam (Nabi Muhammad SAW).”
• van den Berg juga menulis dalam buku yang sama (hal 192-204):
”Pada abad ke-15, di Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu. Orang-orang Arab bercampul-gaul dengan penduduk, dan sebagian mereka mempuyai jabatan-jabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dan kekeluargaan tingkat atasan. Rupanya pembesar-pembesar Hindu di kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifat-sifat keahlian Arab, oleh karena sebagian besar mereka berketurunan pendiri Islam (Nabi Muhammad SAW). Orang-orang Arab Hadramawt (Hadramaut) membawa kepada orang-orang Hindu pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peranakan Arab, mengikuti jejak nenek moyangnya."
Pernyataan van den Berg spesifik menyebut abad ke-15, yang merupakan abad spesifik kedatangan atau kelahiran sebagian besar Walisongo di pulau Jawa. Abad ke-15 ini jauh lebih awal dari abad ke-18 yang merupakan saat kedatangan gelombang berikutnya, yaitu kaum Hadramaut yang bermarga Assegaf, Al Habsyi, Al Hadad, Alaydrus, Alatas, Al Jufri, Syihab, Syahab dan banyak marga Hadramaut lainnya.
• Hingga saat ini umat Islam di Hadramaut sebagian besar bermadzhab Syafi’i, sama seperti mayoritas di Srilangka, pesisir India Barat (Gujarat dan Malabar), Malaysia dan Indonesia. Bandingkan dengan umat Islam di Uzbekistan dan seluruh Asia Tengah, Pakistan dan India pedalaman (non-pesisir) yang sebagian besar bermadzhab Hanafi.
• Kesamaan dalam pengamalan madzhab Syafi'i bercorak tasawuf dan mengutamakan Ahlul Bait; seperti mengadakan Maulid, membaca Diba & Barzanji, beragam Shalawat Nabi, doa Nur Nubuwwah dan banyak amalan lainnya hanya terdapat di Hadramaut, Mesir, Gujarat, Malabar, Srilangka, Sulu & Mindanao, Malaysia dan Indonesia. Kitab fiqh Syafi’i Fathul Muin yang populer di Indonesia dikarang oleh Zainuddin Al Malabary dari Malabar, isinya memasukkan pendapat-pendapat baik kaum Fuqaha maupun kaum Sufi. Hal tersebut mengindikasikan kesamaan sumber yaitu Hadramaut, karena Hadramaut adalah sumber pertama dalam sejarah Islam yang menggabungkan fiqh Syafi'i dengan pengamalan tasawuf dan pengutamaan Ahlul Bait.
• Di abad ke-15, raja-raja Jawa yang berkerabat dengan Walisongo seperti Raden Patah dan Pati Unus sama-sama menggunakan gelar Alam Akbar. Gelar tersebut juga merupakan gelar yang sering dikenakan oleh keluarga besar Jamaluddin Akbar di Gujarat pada abad ke-14, yaitu cucu keluarga besar Azhamat Khan (atau Abdullah Khan) bin Abdul Malik bin Alwi, seorang anak dari Muhammad Shahib Mirbath ulama besar Hadramaut abad ke-13. Keluarga besar ini terkenal sebagai mubaligh musafir yang berdakwah jauh hingga pelosok Asia Tenggara, dan mempunyai putra-putra dan cucu-cucu yang banyak menggunakan nama Akbar, seperti Zainal Akbar, Ibrahim Akbar, Ali Akbar, Nuralam Akbar dan banyak lainnya.
Sumber tertulis tentang Walisongo
1. Terdapat beberapa sumber tertulis masyarakat Jawa tentang Walisongo, antara lain Serat Walisanga karya Ranggawarsita pada abad ke-19, Kitab Walisongo karya Sunan Dalem (Sunan Giri II) yang merupakan anak dari Sunan Giri, dan juga diceritakan cukup banyak dalam Babad Tanah Jawi.
2. Mantan Mufti Johor Sayyid `Alwî b. Tâhir b. `Abdallâh al-Haddâd (meninggal tahun 1962) juga meninggalkan tulisan yang berjudul Sejarah perkembangan Islam di Timur Jauh (Jakarta: Al-Maktab ad-Daimi, 1957). Ia menukil keterangan diantaranya dari Haji `Ali bin Khairuddin, dalam karyanya Ketrangan kedatangan bungsu (sic!) Arab ke tanah Jawi sangking Hadramaut.
3. Dalam penulisan sejarah para keturunan Bani Alawi seperti al-Jawahir al-Saniyyah oleh Sayyid Ali bin Abu Bakar Sakran, 'Umdat al-Talib oleh al-Dawudi, dan Syams al-Zahirah oleh Sayyid Abdul Rahman Al-Masyhur; juga terdapat pembahasan mengenai leluhur Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Bonang dan Sunan Gresik.